Friday, May 2, 2014

Bali Promotion Center: HOMILI SRI PAUS FRANSISKUS SAAT MISA KANONISASI SA...

Bali Promotion Center: HOMILI SRI PAUS FRANSISKUS SAAT MISA KANONISASI SA...: HOMILI SRI PAUS FRANSISKUS SAAT MISA KANONISASI SANTO YOHANES XXIII DAN SANTO YOHANES PAULUS II tanggal 27 April 2014 di St Peter’s Square

HOMILY OF POPE FRANCIS
St. Peter's Square

                          Second Sunday of Easter (Divine Mercy Sunday), 27 April 2014

Acara Puncak hari
Minggu ini, yang mengakhiri Oktaf Paskah dan yang Yohanes Paulus II ingin dedikasikan  bagi Kerahiman Ilahi, ialah  bilur bilur  Mulia  dari Tuhan Yesus yang telah bangkit.
Tuhan sudah menunjukkan bilur bilur tersebut ketika Ia pertama kali menampakkan diri kepada para Rasul saat  larut malam hari setelah Hari Sabbath itu, hari kebangkitan. Namun Thomas tidak berada di sana malam itu, dan ketika para rasul lain mengatakan kepadanya bahwa mereka telah melihat Tuhan, ia menjawab bahwa jika ia sendiri tidak melihat dan menyentuh bilur bilur itu, ia tidak akan percaya. Seminggu kemudian, Tuhan Yesus menampakkan diri sekali lagi kepada para muridnya yang sedang berkumpul di Ruangan Atas,(Upper Room)  dan Thomas hadir
saat itu ; Tuhan Yesus berpaling kepadanya dan menyuruhnya untuk menyentuh bilur
bilurNya. Kemudian pria itu, yang begitu terus terang (blak-blakandan terbiasa menguji segala sesuatunya secara pribadi, berlutut di hadapan Tuhan Yesus seraya berkata : "Ya Tuhanku dan Allahku!" (Yohanes  20:28).
Santo Yohanes XXIII dan Santo Yohanes Paulus II tidak takut memandang bilur bilur TuhanYesus, menyentuh tangan-Nya yang terkoyak maupun lambung-Nya yang tertikam. Mereka tidak malu akan tubuh Kristus, mereka tidak dibuat terkejut  oleh-Nya, oleh salib-Nya; mereka tidak memandang rendah tubuh saudara mereka (bdk. Yes 58:7), karena mereka melihat Tuhan Yesus dalam setiap orang yang mengalami penderitaan dan perjuangan. Mereka inilah dua pria pemberani, yang dipenuhi dengan perkataan berani yang berasal dari Roh Kudus, dan mereka menjadi saksi di hadapan Gereja dan dunia bagi kebaikan dan kerahiman Allah.
Mereka merupakan  para imam,uskup dan Paus abad kedua puluh. Mereka hidup melewati berbagai peristiwa tragis pada abad itu, tetapi mereka tidak terpuruk dengan berbagai peristiwa tersebut. Bagi mereka, Allah lebih kuat; iman lebih kuat - iman kepada Tuhan Yesus Kristus Sang Penebus manusia dan Tuhan sejarah; kerahiman Allah, yang ditunjukkan oleh lima luka itu, lebih kuat; dan lebih kuat juga ialah kedekatan Maria Bunda kita.

Bilur bilur Tuhan Yesus merupakan suatu kejutan yang menghebohkan, suatu batu sandungan bagi iman, akan tetapi mereka juga merupakan suatu ujian bagi iman. Itulah sebabnya  di atas tubuh Kristus yang telah bangkit bilur bilur tersebut tak pernah hilang : tetap ada, karena bilur bilur tersebut merupakan tanda kasih Allah yang abadi bagi kita. Bilur bilur tersebut sangatlah penting untuk percaya pada Allah. Bukan hanya untuk percaya bahwa Allah itu ada, tetapi agar kita percaya bahwa Allah adalah kasih, kerahiman dan kesetiaan. Santo Petrus, mengutip Yesaya, saat menulis kepada para umat  Kristiani : "oleh bilur-bilur-Nya kamu telah sembuh" (1 Petrus 2:24, cf  Yes 53:5).

Santo Yohanes XXIII dan Santo Yohanes Paulus II tidak takut memandang bilur bilur TuhanYesus, menyentuh tangan-Nya yang terkoyak maupun lambung-Nya yang tertikam. Mereka tidak malu akan tubuh Kristus, mereka tidak dibuat terkejut  oleh-Nya, oleh salib-Nya; mereka tidak memandang rendah tubuh saudara mereka (bdk. Yes 58:7), karena mereka melihat Tuhan Yesus dalam setiap orang yang mengalami penderitaan dan perjuangan. Mereka inilah dua pria pemberani, yang dipenuhi dengan perkataan berani yang berasal dari Roh Kudus, dan mereka menjadi saksi di hadapan Gereja dan dunia bagi kebaikan dan kerahiman Allah.
Mereka merupakan  para imam,uskup dan Paus abad kedua puluh. Mereka hidup melewati berbagai peristiwa tragis pada abad itu, tetapi mereka tidak terpuruk dengan berbagai peristiwa tersebut. Bagi mereka, Allah lebih kuat; iman lebih kuat - iman kepada Tuhan Yesus Kristus Sang Penebus manusia dan Tuhan sejarah; kerahiman Allah, yang ditunjukkan oleh lima luka itu, lebih kuat; dan lebih kuat juga ialah kedekatan Maria Bunda kita.
Dalam kedua pria ini, yang memandang bilur bilur Kristus dan menjadi saksi kerahiman-Nya, di sana  ada harapan yang hidup dan sukacita yang mulia dan yang tidak terkatakan (1Petrus 1:3,8). Harapan dan sukacita yang dilimpahkan Kristus yang telah bangkit kepada murid-murid-Nya, harapan dan sukacita yang tak ada sesuatu  maupun seorang pun yang bisa mengambilnya dari  mereka. Harapan dan sukacita Paskah, yang ditempa dalam bentuk penyangkalan diri, pengosongan diri, menitahkan pengenalan bersama para orang berdosa, bahkan hingga titik kemuakkan pada kepahitan cawan itu. Demikianlah harapan dan sukacita yang telah diterima Kedua Sri Paus Suci ini sebagai sebuah karunia Tuhan yang telah  bangkit dan yang pada gilirannya mereka curahkan dalam kelimpahan atas Umat Allah, sehingga kita merasa pantas memiliki rasa syukur kita yang abadi
Harapan  dan sukacita ini dapat dirasakan dalam kalangan komunitaspara orang percaya  mula mula , di Yerusalem, seperti yang kita baca dalam Kisah Para Rasul (bdk. 2:42-47). Ini merupakan suatu komunitas yang menghayati ajaran inti Injil, kasih dan kerahiman, dalam kesederhanaan serta  persaudaraan.
Hal ini juga merupakan gambaran Gereja yang ditetapkan Konsili Vatikan II sebelum kita. Santo Yohanes XXIII dan Santo Yohanes Paulus II telah bekerja sama dengan Roh Kudus dalam memperbaharui  dan menyesuaikan  Gereja sesuai karateristik  aslinya, Karateristik itu yang telah diberikan para orang kudus kepada Gereja selama berabad-abad. Janganlah kita lupa bahwa para orang kudus tersebut yang memberikan arah dan pertumbuhan bagi Gereja. Dengan mengadakan  Konsili, Santo Yohanes XXIII menunjukkan sebuah keterbukaan yang sangat indah terhadap Roh Kudus. Beliau membiarkan dirinya dipimpin dan beliau bagi Gereja merupakan seorang gembala, seorang pemimpin-pelayan. Hal Ini merupakan pelayanannya yang agung bagi Gereja; beliau ialah Paus  yang terbuka dengan Roh Kudus.
Dalam pelayanan dirinya bagi Umat Allah, Santo Yohanes Paulus II merupakan  Paus keluarga. Beliau sendiri pernah mengatakan bahwa ia ingin dikenang sebagai Paus keluarga. Saya sangat senang menunjukkan hal ini ketika kita berada dalam proses perjalanan bersama keluarga-keluarga menuju Sinode tentang keluarga. Hal ini tentu sebuah perjalanan yang, dari tempatnya di surga, beliau membimbing dan menopang.
Semoga kedua Santo baru dan para gembala umat Allah ini bersyafaat bagi Gereja, sehingga selama dua tahun perjalanan menuju Sinode ini Gereja boleh terbuka terhadap Roh Kudus dalam pelayanan pastoral kepada keluarga. Semoga kiranya keduanya mengajarkan kita agar tidak terkejut dengan bilur bilur Kristus dan malah membuat kita masuk semakin dalam pada misteri kerahiman ilahi, yang senantiasa  berharap, dan  senantiasa mengampuni, karena hal tersebut selalu mengasihi

VIDEOMESSAGGIO DEL SANTO PADRE FRANCESCO
AI POLACCHI IN OCCASIONE DELLA CANONIZZAZIONE
DEL BEATO GIOVANNI PAOLO II
Cari connazionali del Beato Giovanni Paolo II!
E’ ormai vicina la canonizzazione di quel grande uomo e grande papa che è passato alla storia con il nome di Giovanni Paolo II. Sono felice di essere stato chiamato a proclamare la sua santità, nella prossima Domenica della Divina Misericordia, a conclusione dell’Ottava di Pasqua. Sono grato a Giovanni Paolo II, come tutti i membri del Popolo di Dio, per il suo instancabile servizio, la sua guida spirituale, per aver introdotto la Chiesa nel terzo millennio della fede e per la sua straordinaria testimonianza di santità.
Papa Benedetto XVI ha notato giustamente, tre anni fa, nel giorno della beatificazione del suo Predecessore, che quello che Giovanni Paolo II chiedeva a tutti, cioè di non avere paura e di spalancare le porte a Cristo, egli stesso lo ha fatto per primo: «Ha aperto a Cristo la società, la cultura, i sistemi politici ed economici, invertendo con la forza di un gigante – forza che gli veniva da Dio – una tendenza che poteva sembrare irreversibile. Con la sua testimonianza di fede, di amore e di coraggio apostolico, accompagnata da una grande carica umana, questo esemplare figlio della Nazione polacca ha aiutato i cristiani di tutto il mondo a non avere paura di dirsi cristiani, di appartenere alla Chiesa, di parlare del Vangelo. In una parola: ci ha aiutato a non avere paura della verità, perché la verità è garanzia della libertà» (Omelia, 1 maggio 2011). Mi identifico pienamente con queste parole del PapaBenedetto XVI.
Sappiamo tutti che, prima di percorrere le strade del mondo, Karol Wojtyła è cresciuto al servizio di Cristo e della Chiesa nella sua patria, la Polonia. Lì si è formato il suo cuore, cuore che poi si è dilatato alla dimensione universale, prima partecipando al Concilio Ecumenico Vaticano II, e soprattutto dopo il 16 ottobre del 1978, perché in esso trovassero posto tutte le nazioni, le lingue e le culture. Giovanni Paolo II si è fatto tutto a tutti.
Ringrazio il popolo polacco e la Chiesa in Polonia per il dono di Giovanni Paolo II. Tutti siamo stati arricchiti da questo dono. Giovanni Paolo II continua ad ispirarci. Ci ispirano le sue parole, i suoi scritti, i suoi gesti, il suo stile di servizio. Ci ispira la sua sofferenza vissuta con speranza eroica. Ci ispira il suo totale affidarsi a Cristo, Redentore dell’uomo, e alla Madre di Dio.
Durante la recente visita ad limina Apostolorum dei Vescovi polacchi, ho sottolineato che la Chiesa in Polonia continua ad avere grandi potenzialità di fede, di preghiera, di carità e di pratica cristiana. Ho messo anche in rilievo le sfide pastorali come la famiglia, i giovani, i poveri e le vocazioni al sacerdozio e alla vita consacrata. Spero che la canonizzazione di Giovanni Paolo II, e anche di Giovanni XXIII, dia un nuovo impulso al quotidiano e perseverante lavoro della Chiesa nella vostra patria. Mi rallegro del fatto che, a Dio piacendo, fra due anni visiterò per la prima volta il vostro Paese in occasione della Giornata Mondiale della Gioventù.
Invito tutti a vivere profondamente la canonizzazione del beato Giovanni Paolo II e del beato Giovanni XXIII. Alcuni di voi verranno a Roma, ma grazie ai mass media moltissimi potranno partecipare a questo grande evento. Perciò voglio già oggi ringraziare tutti i giornalisti di stampa, radio e televisione per il loro servizio alla canonizzazione della prossima domenica.
Saluto tutti i connazionali di Giovanni Paolo II, anche quelli che non appartengono alla Chiesa cattolica. Porto tutti nel mio cuore. Dio vi benedica tutti!
Dal Vaticano, 25 aprile 2014
FRANCISCUS


"Eternal Father, I
offer to you the Body and Blood, Soul and Divinity of your beloved Son, our Lord Jesus Christ, for our sins and those of the whole world; by the sufferings of his Passion, have mercy upon us and upon the whole world" (Diary, 476).
Upon us and upon the whole world ... How greatly today’s world needs God’s mercy! In every continent, from the depth of human suffering, a cry for mercy seems to rise up. Where hatred and the thirst for revenge dominate, where war
brings suffering and death to the innocent, there the grace of mercy is needed in order to settle human minds and hearts and to bring about peace. Wherever respect for life and human dignity are lacking, there is need of God’s merciful
love, in whose light we see the inexpressible value of every human being. Mercy is needed in order to ensure that every injustice in the world will come to an end in the splendor of truth.


“`Bapa yang kekal, kupersembahkan kepada-Mu Tubuh dan Darah, Jiwa dan Ke-Allah-an PutraMu yang terkasih, Tuhan kami Yesus Kristus, sebagai pemulihan dosa-dosa kami dan dosa seluruh dunia; demi sengsara Yesus yang pedih, tunjukkanlah belas kasih-Mu kepada kami dan seluruh dunia' (Buku Catatan Harian, 476). Kepada kami dan seluruh dunia…. Betapa dunia sekarang ini membutuhkan Kerahiman Ilahi! Di setiap benua, dari penderitaan manusia yang terdalam, terdengar seruan mohon belas kasih Allah. Di mana kebencian dan hasrat dendam berkuasa, di mana perang mengakibatkan sengsara dan kematian orang-orang tak berdosa, di sana rahmat belas kasih dibutuhkan demi menenangkan hati dan pikiran manusia serta mendatangkan damai. Di mana tidak ada lagi rasa hormat terhadap harkat dan martabat manusia, di sana cinta Allah yang berbelas kasih dibutuhkan; dalam terang-Nya kita melihat nilai setiap pribadi manusia yang mudah terpengaruh. Belas kasih dibutuhkan guna menjamin bahwa setiap ketidakadilan di dunia akan berakhir dalam terang kebenaran.

No comments: